Rabu, 09 September 2009

Infeksi Raillietina sp. pada Ayam


Infeksi Raillietina pada ayam dapat disebabkan oleh Raillietina cesti­cillus, Raillietina tetragona, dan Raillietina echinohothrida. Cacing ini merupakan cacing pita pada ayam yang paling umum di Amerika Utara dan mungkin diseluruh dunia. Tubuhnya mempunyai banyak proglotid. Terdapat rostelum dengan kait berbentuk palu yang tersusun dalam lingkaran ganda. Alat penghisap biasanya dipersenjatai dengan kait yang kecil dan berdegenerasi yang tersusun dalam beberapa lingkaran. Terdapat kantung parenkimatosa dalam proglotid bunting masing-masing dengan satu atau beberapa telur (Levine, 1994).

Raillietina cistisellus panjangnya dapat mencapai 13 cm, tetapi biasanya lebih pendek. Skolek mempunyai Rostelum yang lebar dengan 400-500 kait, dan alat penghisap biasanya tidak dipersenjatai. Setiap kapsula telur berisi satu telur berdiameter 75-88 mikron. Stadium peralihan adalah sistiserkoid, ditemukan dalam kumbang tinja, kumbang tanah, dan kumbang hitam genus Amara, Anisotarurus, Choeridium, Cratacanthus, Calathus, Selenophorus, Stenolaphus, dan Stenocellus, dan secara buatan juga pada kumbang tepung tribolium (Levine, 1994). Raillietina cistisellus menimbulkan lesi pada usus dan hambatan pertumbuhan, namun pada infeksi buatan ternyata cacing tersebut bersifat tidak patogenik (Tabbu, 2002).

Raillietina echinobotrida terdapat dalam usus halus ayam dan kalkun di seluruh dunia. Panjangnya mencapai 25 cm, dan mempunyai rostelum dengan 200 kait yang panjangnya 10-13 mikron dalam 2 baris. Alat penghisapnya dipersenjatai dengan 8-10 baris kait yang agak besar. Telur terbungkus oleh kapsula, setiap kapsula terdapat 6-12 telur. Merupakan salah satu cacing pita paling patogenik karena sering menimbulkan nodula tempat melekatnya pada dinding usus dan kadang-kadang nodul ini dapat melubangi usus halus dan menyebabkan peritonitis. Beberapa peneliti melaporkan adanya granuloma dengan diameter 1-6 mm pada tempat perlekatan cacing pita tersebut dalam waktu enam bulan pasca infeksi. Pembentukan granuloma tersebut dapat dihubungkan dengan enteritis proliferatifa dan infiltrasi limfosit, heterofil dan eosinofil. Sistiserkoid terdapat pada semut genus Pheidole dan Tetramurium (Levine, 1994 ; Tabbu, 2000).
Raillietina tetragona terdapat dalam usus halus bagian posterior pada ayam dan bangsa ayam lain di dunia. Panjangnya mencapai 25 cm dan lebar 3mm mempunyai rostelum satu baris dari 100 kait–kait yang panjangnya 6-8 mikron. Alat penghisap dipersenjatai dengan 8-10 baris kait yang lebih kecil dari yang dimiliki Raillietina echinobotrida; kait ini mudah lepas. Telur terbungkus oleh kapsula, di dalam setiap kapsula terdapat 8-12 telur. Sistiserkoid terdapat dalam semut genus Phidola dan Tetramurium (Levine, 1994).

Penanggulangan cacing pita membutuhkan pengendalian hospes per­antara untuk mencegah infeksi ulangan dan pengobatan ayam yang terinfeksi untuk membasmi cacing tersebut. Pengobatan terhadap cacing pita pada ayam dapat dilakukan dengan butinorat (dibutiltin dilaurat). Bahan tersebut dilaporkan efektif untuk mengobati penyakit yang ditimbulkan oleh enam spesies cacing pita pada ayam yaitu Raillietina cesticillus, Raillietina tetragona, Choanotaenia infundihulum, Davainea proglottina, Hymenolepis carioca dan Amoehotaenia sphenoides. Obat tersebut dapat juga diberikan dalam bentuk kombinasi dengan piperazin dan fenotiazin melalui pakan. Di sam­ping itu, dapat juga diberikan beberapa turunan benzimidazol, misalnya mebendazol, fenbendazol, dan albendazol bersama pakan atau melalui air minum dengan hasil yang bervariasi. Suatu obat anti cacing pita harus merusak skoleks agar cacing tersebut dapat mati. Jika skoleks masih berfungsi dan hanya segmen bagian belakang yang dirusak, maka segmen baru dapat dibentuk lagi dan ayam akan ter­infeksi lagi oleh cacing tersebut (Tabbu, 2000 ; Akoso, 2002).



Referensi

Levine, N.D., 1994, Protozology Veteriner, diterjemahkan oleh Soeprapto, S., Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.Hal: 265, 317-323.

Tabbu, Charles R, 2000;2002. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya. Edisi Ke-1 dan Ke-2. Penerbit Kanisius Yogyakarta. Edisi Ke-1 Hal : 31-51, 232-245; Edisi Ke-2 Hal : 3-27.

Akoso, B.T. 2002. Kesehatan Unggas. Cetakan kelima. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Hal 91,92;130-133.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar